itoday.id | Kota Serang . Polemik jabatan Sekda Banten kembali mencuat ke publik seiring dengan munculnya Al Muktabar, yang memperkarakan Surat Keputusan Gubernur Banten ke PTUN.
Hal itu seolah membawa pesan tertentu, menjelang berakhirnya masa tugas Muhtarom sebagai Plt Sekda Banten pada 24 Februari 2022 mendatang.
Sejauh ini, Al belum menyampaikan secara lugas ke publik ihwal motif keinginan pindahnya ke Kemendagri dan munculnya kembali ke publik.
Alasan yang tidak terungkap ke publik, menjadi teka-teki khusus yang belum terpecahkan.
Pengamat Kebijakan Publik, Ahmad Sururi menilai ada dua persoalan besar yang masih tertutup dan belum terungkap ke publik kaitan dengan polemik Sekda Banten.
Terlebih, baru-baru ini Al mengaku tidak pernah menundurkan diri dari jabatan Sekda Banten dan hanya mengajukan pindah kembali ke Kemendagri.
Menurut Sururi, pengunduran diri dan keinginan pindah kerja merupakan dua hal berbeda. Ada motif tertentu yang menyebabkan seseorang ingin melepaskan jabatan strategis seperti Sekda.
“Menurut saya ini melihatnya tidak bijak, tidak wajar punya posisi melekat, tapi ingin pindah. Cuma persoalannya bukan hanya ingin pindah saja, ada alasan, tekanan situasi. Alasannya tidak bisa berdiri sendiri kenapa ingin pindah ke Kemendagri,” katanya saat dihubungi, Jumat (18/2/2022).
Ditambah, sampai saat ini Gubernur Banten tidak lugas memberikan keterangan kepada publik, tentang polemik yang dihadapi Al Muktabar.
“Pengakuan pengunduran diri kan baru saat ini dilontarkan (Al Muktabar), kemudian ada Plt Sekda dan (Al Muktabar) menjadi staf di BKD,” ungkpanya.
“Dari sisi komunikasi publik yang tidak tuntas dari pihak gubernur dan BKD yang cenderung pasif tidak membuka ke publik persoalan sesungguhnya,” tambahnya.
Sehingga, polemik jabatan Sekda Banten menjadi bom waktu di masa akhir jabatan Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten.
Sururi yang merupakan akademisi Universitas Serang Raya (Unsera) itu menilai, perseteruan jabatan Sekda mengandung kepentingan tertentu.
Apalagi, jabatan Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten akan berakhir pada Mei 2022 mendatang.
“Ini tidak bisa lepas dari kepentingan pribadi dibawa ke publik, ini tidak bagus sebetulnya. Ini menjadi bom waktu. Ada kepentingan yang tersembunyi dari pak Al Muktabar, nggak ngaku mundur,” terangnya.
Ia mengaku tidak dapat melihat secara jernih terkait motif munculnya Al ke publik untuk jabatan PJ Gubernur Banten. Kendati, kemungkinan dan potensi itu tetap ada.
Terlebih secara the jure, Al masih mengemban Sekda Banten secara definitif lantaran belum adanya Surat Keputusan pemberhentian dari Presiden.
“Situasi politik ke depan akan ada PJ Gubernur. Bisa jadi (ada keinginan Al jadi PJ), tapi kita tidak bisa melihat ini secara jernih, kemungkinannya ada,” paparnya.
Adapun terkait gugatan di PTUN, lanjut Sururi, menjadi masalah baru untuk kepemimpinan Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten.
Hal ini akan berdampak pada birokrasi di Pemprov Banten, jika benar-benar Al kembali bertugas sebagai Sekda.
“Gugatan ke PTUN menjadi masalah baru, Mei mau selesai, konsentrasi terpecah juga. Harus bertindak cepat, taruhannya sebagai pejabat publik,” ujarnya.
Sehingga, persoalan polemik Sekda harus segera diselesaikan oleh Gubernur Banten. Jangan sampai birokrasi di lingkungan Pemprov terganggu dengan persoalan tersebut.
“Ini harus clear agar tubuh birokrasi di Banten nggak ada konflik. Jangan sampai tubuh birokrasi ini tidak stabil karena persolan ini,” tutupnya. (Red)