itoday.id, Jakarta | Sekolah dalam bentuknya yang sekarang masih belum bisa sepenuhnya mengaktualisasikan potensi dalam diri seorang siswa. Masih banyak kesalahan mendasar konseptual maupun praktikal dalam dunia pendidikan yang perlu dikritisi sehingga bisa mengubah sistem ke arah yang lebih baik.
Hal itu yang disampaikan oleh seorang praktisi pendidikan yang juga pendiri penerbit Mizan, Haidar Bagir, dalam sebuah seminar pendidikan yang digelar Kompas Gramedia dan Noura Publishing bertajuk “Pendidikan Dalam Kehidupan Termesinkan” di Bentara Budaya, Palmerah Jakarta Barat, Jumat (15/11/2019).
Seminar tersebut sekaligus sebagai sebuah promosi gagasan dalam bukunya yang baru berjudul “Memulihkan Sekolah, Memulihkan Manusia”.
Menurut Haidar, sistem pendidikan di Indonesia belum dapat dikatakan ideal. Masih banyak kesalahan mendasar yang mesti diperbaiki oleh pengambil kebijakan, baik secara konseptual maupun praktikal. Dia berpendapat, sistem pendidikan yang ada saat ini kurang memperhatikan potensi atau bakat siswanya.
“Sekolah sekarang cenderung menyeragamkan siswa, juga menekan dengan tes-tes terstandardisasi. Sekolah menjadi tidak menyenangkan dan menggairahkan bagi siswa,” katanya saat memberi materi.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, katanya, perlu membuat terobosan baru dalam dunia pendidikan. Ia pun berharap jika pemerintah memberinya ruang untuk mengusulkan gagasan, ia ingin Indonesia menerapkan sistem pendidikan yang berbeda dari sistem selama ini.
Haidar sebagai penyelenggara jaringan sekolah, akan membuat sistem pendidikan di mana siswa bebas memilih apa yang ingin dipelajari.
“Saya akan pilih model sekolah yang hampir tidak ada sama-samanya dengan sekolah yang dikenal saat ini. Yakni sekolah yang anak-anaknya bebas memilih apa yang mau dipelajari,” ujarnya.
Haidar menuturkan, dalam buku yang ia tulis, merupakan refleksi tentang pendidikan di Indonesia. Haidar sangat tertarik dan konsen di dunia pendidikan. Menurutnya, cita-citanya selama ini adalah menciptakan berbagai inovasi di bidang pendidikan.
“Buku ini saya susun kembali dari berbagai tulisan saya yang pernah dimuat di media juga. Ya semoga saja bermanfaat untuk semua. Harapannya ini bisa menjadi referensi sekaligus pemicu refleksi baru untuk guru maupun penyelenggara pendidikan,” tambahnya.
Dalam kerangka mewujudkan hal tersebut, lanjut Haidar, segenap proses pendidikan seharusnya dijalankan dalam suasana yang menyenangkan. Tidak hanya proses pembelajaran di kelas tetapi semua aspek di dunia pendidikan didesain dalam suasana yang kondusif. Aspek ini penting karena optimalisasi segenap potensi diri tidak akan bisa berjalan maksimal jika ada tekanan.
“Suasana menyenangkan adalah bagian penting dari tujuan pokok pendidikan, yaitu mewujudkan kebahagiaan. Kebahagiaan akan terwujud dengan dukungan oleh emosi positif,” cergasnya.
Senada dengan itu, Iwan Pranoto, yang juga seorang praktisi pendidikan mengatakan, belajar membutuhkan habitat yang bisa menstimulus gairah seorang anak. Dia mengkritik sistem belajar yang hanya terkonsentrasi dalam ruangan kelas, menurutnya itu sangat mempengaruhi pada penurunan gairah belajar siswa.
“Saat ini pusat-pusat pendidikan hanya terkonsentrasi di dalam-dalan kelas, ke depan, kita mengharapkan pendidikan juga harus meluas ke luar-luar kelas, seperti di taman-taman, lorong-lorong kelas, atau bila perlu ke tempat alam terbuka,” katanya.
Mengenai emosi positif, Haidar Bagir menuturkan bahwa hal tersebut merupakan kebutuhan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Emosi positif juga faktor yang menentukan untuk hidup bahagia. Pada titik inilah sebenarnya terdapat rangkaian yang saling berkaitan.
Dia pun menyebut salah satu negara yang memperhatikan betul sisi emosi positif dalam pendidikan adalah Finlandia. Negara Skandinavia itu memberi role model bagaimana sebuah pendidikan itu menjadi hal yang inheren bagi kehidupan, sehingga belajar tidak menjadi hal yang membebani bagi hidup.
“Kita penting untuk belajar kepada negara-negara lain yang pendidikannya maju. Salah satunya adalah Finlandia. Negara ini dikenal sebagai negara yang tidak banyak membebani siswa dengan pelajaran, tetapi pendidikannya cukup berkualitas,” ungkapnya.
Haidar menyebut ada dua faktor yang membuat Finlandia mampu membuat sistem pendidikan yang bermutu.
Pertama, model Finlandia lebih menekankan kepada kemampuan berpikir kreatif, orientasi model belajarnya kesenangan belajar yang membangkitkan rasa ingin tahu, dan kemampuan belajar mandiri siswa.
Kedua, Finlandia merupakan negara yang memiliki indeks kebahagiaan tertinggi. Negara ini memang dikenal memiliki perhatian pada upaya yang kondusif untuk menciptakan kebahagiaan dalam lingkup kesehatan, pendidikan, kualitas hidup, pemerataan ekonomi, dan sebagainya. Prinsip ini dipegang teguh, termasuk dalam merancang falsafah dan sistem pendidikan.
Memulihkan sisi kemanusiaan seorang anak didik, itulah yang menjadi poin utama Haidar.
Benang merah yang menjadi muara terhadap gagasannya dalam buku tersebut adalah bagaimana pendidikan menjadi sarana untuk menjadikan manusia sebagai manusia sejati, yaitu manusia yang sejahtera secara fisik, mental, dan spiritual.
“Pendidikan harus dikelola sebaik mungkin, mulai dari landasan filosofis sampai aspek praktisnya, sehingga tujuan tersebut bisa terwujud. Semuanya membutuhkan proses dan kesabaran dalam menjalani,” pungkasnya.
Penulis : Red