itoday.id | CILEGON . Raut muka para nelayan Cilegon di Tanjung Peni, Kelurahan Warnasari, Kecamatan Citangkil cerah bukan kepalang, Selasa 14 Desember 2021 petang.
Nelayan Cilegon tersebut mendapat kiriman rezeki, berupa batu apung yang berasal dari isi perut Gunung Anak Krakatau atau GAK.
Padahal, beberapa menit sebelumnya, para nelayan Cilegon tengah meratapi nasib karena telah menjadi korban isu tsunami Kota Cilegon.
Selasa, 14 Desember 2021 petang itu, para nelayan memang dikagetkan oleh datangnya ribuan batu apung di bibir pantai.
Merasa mendapar kiriman rezeki dari Gunung Anak Krakatau, para nelayan langsung berhamburan ke bibir pantai sambil membawa sejumlah barang.
Mereka membawa belasan karung, ember, pengki, tudung makanan, hingga kerat minuman, untuk menampung ribuan batu apung tersebut.
Seketika saja, mereka lupa dengan nasib menjadi korban isu tsunami yang begitu deras selama beberapa pekan terakhir.
“Tsunaminya tidak ada, tapi kami tetap kena dampaknya. Gara-gara isu tsunami kemarin, kampung kami tidak lagi dikunjungi orang,” kata Kardi (52), salah satu nelayan Tanjung Peni.
Menurut Kardi, Tanjung Peni selain sebagai kampung nelayan, juga menjadi destinasi wisata kuliner sea food di Kota Cilegon.
Mereka mengandalkan hidup dari berjualan makanan seafood, selain dari mencari ikan di sekitar perairan Merak Banten.
“Salah satu andalan kami, ya adanya pengunjung. Kami masak sendiri hasil tangkapan, untuk dijajakan ke pengunjung,” ujarnya.
Namun karena munculnya isu tsunami yang sangat deras beberapa waktu lalu, membuat pengunjung setianya takut untuk berwisata kuliner ke Tanjung Peni.
Ditambah lagi musim barat yang tengah mendera Perairan Merak Banten, membuat nelayan kesulitan mencari ikan.
“Sudah musim Barat, angin kencang gelombang tinggi. Eh ada isu tsunami. Airnya gak datang-datang, tapi bencananya tetap datang,” tuturnya.
Karena alasan itulah, para nelayan girang bukan kepalang ketika Gunung Anak Krakatau mengirimkan rezeki kepada mereka.
Ribuan batu apung yang berasal dari isi perut Gunung Anak Krakatau, bagaikan obat atas keresahan mereka setelah menjadi korban isu tsunami.
“Saat paceklik begini, datang kiriman rezeki dari Gunung Anak Krakatau, gimana kami enggak kegirangan Mas,” ucapnya.
Sementara Supendi, nelayan Tanjung Peni lainnya, mengatakan jika dari panen raya batu apung Gunung Anak Krakatau itu, ia berhasil mengumpulkan belasan karung isi batu apung.
Kata Supendi, batu-batu apung itu akan ditampung seorang tengkulak yang siap membeli untuk dipasarkan ke pedagang aquarium.
“Satu kilogram itu harganya Rp2000 hingga Rp3000. Satu karung batu apung beratnya kira-kira 10 sampai 12 kilogram. Lumayan lah Mas,” katanya.
Batu apung dari Gunung Anak Krakatau, lanjut Supendi, memang biasanya datang hanya satu kali di setiap Desember.
Karena itulah para nelayan bersemangat bahkan rebutan, bak sedang ikut saweran acara tujuh bulanan kehamilan.
“Yah maklum Mas, lagi paceklik begini di kirimi rezeki. Jadinya rebutan,” ujarnya. (Red)